BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pusat Laba (Profit Center)
Ketika
kinerja finansial suatu pusat tanggung jawab diukur dalam ruang lingkup laba
(yaitu, selisih antara pendapatan dan beban), maka pusat ini disebut pusat laba
(profit center), Dengan kata lain, pusat laba
adalah suatu unit organisasi yang di dalamnya pendapatan dan beban diukur
secara moneter. Pusat laba (profit center)
merupakan pusat pertanggungjawaban yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan
biaya-biaya dan menghasilkan pendapatan tetapi tidak memiliki kewenangan untuk
mengambil keputusan tentang investasi. Pusat laba hanya bertanggungjawab
terhadap tingkat laba yang harus dicapai. Misalnya: pimpinan anak perusahaan
atau manajer divisi yang tidak diberi hak untuk mengambil keputusan tentang
investasi.
Laba merupakan ukuran kinerja yang berguna karena laba
memungkinkan manajemen senior untuk dapat menggunakan satu indikator yg
komprehensif, dibandingkan jika harus menggunakan beberapa indikator.
Suatu
organisasi fungsional adalah organisasi di mana fungsi produksi atau pemasaran
utama dilakukan oleh unit organisasi yang terpisah. Ketika suatu organisasi
diubah menjadi organisasi di mana setiap unit utama bertanggung jawab baik atas
produksi maupun pemasaran, maka proses ini disebut dengan istilah
divisionalisasi. Sebagai aturan, perusahaan membuat unit-unit bisnis karena
mereka telah memutuskan untuk memberikan wewenang yang lebih luas kepada
manajer-manajer operasi. Meskipun tingkat pelimpahan wewenang tersebut berbeda
dari perusahaan yang satu ke perusahaan yang lain, tetapi wewenang yang lengkap
untuk menghasilkan laba tidak pernah dilimpahkan ke dalam satu segmen tunggal
dalam suatu bisnis
Banyak keputusan manajemen melibatkan usulan untuk
meningkatkan beban dengan harapan bahwa hal itu akan menghasilkan peningkatan
yang lebih besar dalam peningkatan penjualan keputusan semacam ini disebut
sebagai pertimbangan biaya/pendapatan (expense/revenue trade-off). Tambahan
beban iklan adalah salah satu contohnya. Untuk dapat mendelegasikan keputusan
trade-off semacam ini dengan aman ke tingkat manajer yang lebih rendah, maka
ada dua kondisi yang harus dipenuhi.
1. Manajer harus memiliki akses ke informasi relefan
yang dibutuhkan dalam membuat keputusan serupa.
2. Harus ada semacam cara untuk mengukur
efektifitasnya suatu trade-off yang dibuat oleh manajer.
Langkah utama dalam membuat pusat laba adalah
menentukkan titik terendah dalam organisasi dimana kedua kondisi diatas
terpenuhi. Seluruh pusat tanggung jawab diibaratkan sebagai suatu kesatuan
rangkaian yang mulai dari pusat tanggung jawab yang sangat jelas merupakan
pusat lana sampai pusat tanggung jawab yang bukan merupakan pusat laba.
Manajemen harus memutuskan apakah keuntungan dari delegasi tanggung jawab laba
akan dapat menutupi kerugiannya.
2.2
Manfaat Dan Kelemahan Pusat Laba
Menjadikan
unit organisasi sebagai pusat laba dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Kualitas keputusan
manajer lebih meningkat. Hal tersebut dikarenakan keputusan tersebut dibuat
oleh para manajer yang paling dekat dengan titik keputusan.
2.
Kecepatan pengambilan
keputusan operasional dapat meningkat karena tidak perlu mendapat persetujuan
terlebih dahulu dari kantor pusat.
3.
Manajer kantor pusat
dapat lebih berkonsentrasi pada hal-hal yang lebih luas, karena manajemen
kantor pusat bebas dari pengambilan keputusan harian.
4.
Manajer lebih bebas
menunjukkan imajinasi dan inisiatifnya, karena hanya sedikit batasan dari
korporat.
5.
Memberikan tempat
pelatihan sempurna bagi kemampuan manajerial secara umum. Para manajer
mendapatkan pengalaman dalam mengelola seluruh area fungsional, dan manajemen
yang lebih tinggi mendapatkan kesempatan untuk mengevaluasi potensi pekerjaan
yang tingkatnya lebih tinggi.
6.
Kesadaran terhadap
laba semakin meningkat, karena para manajer yang bertnggung jawab atas laba
akan selalu mencari cara untuk meningkatkan labanya.
7.
Memberikan informasi
siap pakai kepada manajemen puncak tentang profitabilitas komponen-komponen
individual perusahaan.
8.
Output yg siap pakai
membuat pusat laba sangat responsif terhadap tekanan utk meningkatkan kinerja
kompetitif.
Selain manfaat yang diperoleh,
pusat-pusat laba dapat memberikan beberapa kesulitan:
- Pengambilan keputusan yang terdesentralisasi akan memaksa manajemen puncak untuk mengandalkan laporan pengendalian manajemen dan bukan wawasan pribadinya atas suatu operasi, sehingga mengakibatkan hilangnya pengendalian.
- Jika manajemen kantor pusat lebih mampu dan memiliki informasi yang lebih baik daripada manajer pusat laba pada umumnya, maka kualitas keputusan yang diambil pada tingkat unit akan berkurang.
- Perselisihan dapat meningkat karena adanya argumen-argumen mengenai harga transfer yang sesuai, pengalokasian biaya umum yang tepat, dan kredit untuk pendapatan yang sebelumnya dihasilkan secara bersama-sama oleh dua atau lebih unit bisnis.
- Unit-unit organisasi yang pernah bekerja sama sebagai unit fungsional akan saling berkompetisi satu sama lain. Peningkatan laba untuk satu manajer dapat berarti pengurangan laba bagi manajer yang lain. Dalam situasi yang seperti ini, seorang manajer dapat saja gagal dalam memberikan potensi penjualan ke unit lain yang lebih tepat untuk merealisasikannya; menimbun pegawai atau peralatan yang akan lebih baik, dari sudut pandang seluruh perusahaan, jika digunakan ke unit lain; atau membuat keputusan produksi yang memiliki konsekuensi biaya yang tidak diinginkan bagi unit lain.
- Divisionalisasi dapat mengakibatkan biaya tambahan karena adanya tambahan manajemen, pegawai, dan pembukuan yang dibutuhkan, dan mungkin mengakibatkan duplikasi tugas di setiap pusat laba.
- Para manajer yang kompeten mungkin saja tidak ada dalam organisasi fungsional karena tidak adanya kesempatan yang cukup untuk mengembangkan kompetensi manajemen umum.
- Mungkin ada telalu banyak tekanan atas profitabilitas jangka pendek dengan mengorbankan profitabilitas jangka panjang.
- Tidak adanya sistem yang memuaskan untuk memastikan bahwa optimalisasi laba dari masing-masing pusat laba akan mengoptimalkan laba perusahaan secara keseluruhan.
2.3 Unit
Bisnis sebagai Pusat Laba
Kebanyakan
unit bisnis diperlakukan sebagai pusat laba karena bertanggungjawab atas
pengembangan produk, fungsi produksi dan fungsi pemasaran. Para
manajer tersebut berperan untuk mempengaruhi pendapatan dan beban sedemikian
rupa sehingga dapat dianggap bertanggung jawab atas laba bersih, tetapi wewenang manajer unit bisnis dibatasi oleh berbagai hal.
Hal utama yang harus dipertimbangkan adalah adanya
batasan atas wewenang manajer unit bisnis. Batasan dapat muncul dari unit
bisnis lain maupun dari manajemen korporat.
a.
Batasan dari Unit Bisnis lain
Masalah utama akan terjadi ketika suatu unit bisnis harus berurusan dengan
unit bisnis yang lain, sehingga ada 3 keputusan yang harus dilakukan yaitu:
1. Keputusan
produk (barang /jasa apa yang harus dibuat dan dijual)
2. Keputusan
pemasaran (bagaimana, dimana dan berapa banyak barang/jasa yang akan dijual)
3. Keputusan
sumberdaya (bagaiman mendapatkan atau memproduksi barang/jasa)
Jia
seorang manajer unit bisnis mengendalikan ketiga aktivitas tersebut, biasanya
tidak akan ada kesulitan dalam melaksanakan tanggung jawab laba dan mengukur
kinerja. Pada umumnya semakin terintegrasi suatu perusahaan maka akan semakin
sulit melakukan tanggung jawab pusat laba tunggal untuk ketiga aktivitas
tersebut dalam lini produk yang ada.
b.
Batasan dari Manajemen Korporat
Batasan
dari manajemen korporat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Pertimbangan strategi, misal keuangan, aktivitas produksi dan pemasaran,
kualitas produk
2. Keseragaman yang diperlukan, misal kebijakan, etika, pemilihan pemasok, dan
komputer
3. Economies of centralization, misal masalah yang timbul akibat struktur
desentralisasi
Hampir
semua perusahaan mempertahankan beberapa keputusan terutama keputusan
financial, pada tingkat korporat, setidaknya untuk aktivitas domestic.
Akibatnya, salah satu batasan utama atas unit bisnis berasal dari pengendalian
korporat terhadap investasi baru. Unit bisnis yang ada harus bersaing satu sama
lain untuk mendapatkan bagian dari dana yang tersedia.
2.4 Pusat
Laba Selain Unit Bisnis
Perusahaan multibisnis biasanya terbagi ke dalam
unit-unit bisnis dimana setiap unit diperlakukan sebagai unit penghasil laba
yang independen. Tetapi subunit yang ada dalam unit bisnis tersebut dapat saja
terorganisisr secara fungsional missal aktivitas operasi pemasaran, manufaktur,
dan jasa yang dijadikan sebagai pusat laba
Unit fungsional terdiri dari beberapa sub unit yaitu:
1.
Pemasaran. Aktivitas
pemasaran dapat dijadikan sebagai pusat laba dengan membebankan biaya dari
produk yang terjual. Harga transfer didasarkan pada biaya standar, tidak boleh
biaya sesungguhnya.
2.
Produksi. Aktivitas
produksi biasanya merupakan pusat biaya (expenses
center), dengan penilaian atas kinerja manajemen dibandingkan dengan biaya
standard dan anggaran overhead.. Jika diperlakukan sebagai pusat laba, maka
pendapatan akan dikredit sebesar harga jual produk dikurangi taksiran biaya
pemasaran. Beberapa penulis mengatakan unit produksi tidak dijadikan pusat
laba, kecuali menjual hasil produksinya dalam jumlah besar kepada konsumen
luar.
3.
Unit Pendukung dan
Jasa. Unit pemeliharaan, teknologi
informasi, transportasi, konsultan layanan konsumen dapat dijadikan sebagai
pusat laba, dengan membebankan jasa yang diberikan kepada konsumen (pusat laba
lain), sehingga minimum pendapatan sama dengan biayanya.
4.
Organisasi lainnya. Suatu
perusahaan yang mempunyai cabang dan bertanggung jawab terhadap pemasaran
produk perusahaan dapat dijadikan pusat laba. Pengukuran kinerja dengan cara
ini menjadi yang terbaik untuk memotivasi dalam menghasilkan laba yang tinggi.
2.5 Mengukur Profitabilitas Pusat
Laba
Terdapat dua ukuran profitabilitas, yaitu kinerja
manajemen dan kinerja ekonomis.
1.
Pengukuran prestasi
manajemen atau pengukuran prestasi personel dimaksudkan untuk menilai tingkat
kinerja manajer suatu pusat pertanggungjawaban dalam mencapai tujuan.
Pengukuran ini dilakukan dengan maksud untuk proses perencanaan,
pengkoordinasian, pengendalian kegiatan, dan pemberian motivasi kerja para
manajer pusat laba. Penilaian ini hanya sebatas pada pendapatan dan biaya yang
memang dapat dipengaruhi atau dikendalikan oleh manajer pusat laba yang diukur.
Untuk menyatakan tingkat keberhasilan suatu pusat laba, maka hasil
pencapaiannya dibandingkan degan standar atau anggaran yang telah ditetapkan
sebelumnya. Penyimpangan yang terjadi diantaranya akan menunjukkan seberapa
baik prestasi atau kinerja yang dicapai.
2.
Pengukuran prestasi
ekonomi
Manajer
pusat pertanggungjawaban tidak hanya dinilai sebatas pada pendapatan dan biaya
yang dapat dikendalikan saja akan tetapi juga meliputi pendapatan dan biaya
dari alokasi. Pengukuran kinerja ekonomi ini menekankan pada prestasi manajer
pusat pertanggungjawaban sebagai suatu kesatuan ekonomi. Laporan ini dilakukan
dalam frekuensi yang lebih jarang dibandingkan dengan pengukuran prestasi
manajemen.
Jenis
Jenis Ukuran Kinerja
Manajer pusat laba dapat dievauasi berdasar lima
ukuran profitabilitas yaitu margin kontribusi, laba langsung, laba yang
dikendalikan, laba sebelum pajak, atau laba bersih.
1. Margin Kontribusi
Margin Kontribusi merupakan selisih antara total
pendapatan/penjualan dengan total biaya variabel, baik biaya variable yang
terkendali maupun biaya variabel yang tidak terkendalian oleh manajer pusat
laba yang bersangkutan. Konsep laba ini bermanfaat untuk perencanaan dan
pembuatan keputusan laba pusat laba dalam jangka pendek, misalnya analisis
biayavolumen- laba. Konsep laba ini tidak dapat digunakan untuk penilaian
prestasi manajer maupun prestasi ekonomi suatu pusat laba.
a) Tidak
dapat digunakan untuk menilai prestasi manajer pusat laba, karena:
1)
Tidak semua biaya
variabel dapat dikendalikan oleh pusat laba. Misalnya biaya kebijakan yang
ditentukan oleh manajer kantor pusat tidak dapat dikendalikan oleh manajer
pusat laba.
2)
Sebagian biaya tetap
dapat dikendalikan oleh manajer pusat laba, namun dalam konsep ini tidak
memasukkan unsur biaya tetap sekalipun itu dapat dikendalikan oleh manajer
pusat laba yang bersangkutan.
b) Tidak dapat digunakan untuk menilai prestasi
ekonomi suatudivisi, karena konsep laba ini tidak memasukkan semua biaya divisi
sebagai suatu kesatuan ekonomi yang independen. Beberapa alasan kontribusi
margin digunakan sebagai penilaian prestasi suatu divisi atau suatu pusat laba
antara lain:
1)
Biaya tetap
dianggapnya sebagai suatu biaya yang tidak dapat dikendalikan oleh manajer
suatu divisi atau suatu pusat laba.
2)
Manajer pusat laba
atau divisi harus berusaha memaksimumkan selisih pendapatan dan biaya variabel.
2. Laba Langsung Divisi
Laba langsung divisi dihitung dnegan cara mengurangkan
pendapatan divisi dengan semua biaya yang langsung terjadi dalam divisi yang
bersangkutan, tanpa memperhatikan terkendali atau tidak, variabel maupun tetap.
Dalam konsep laba ini tidak memperhatikan alokasi biaya oleh kantor pusat.
Konsep ini cocok untuk menilai profitabilitas suatu divisi dalam jangka
panjang. Dalam jangka panjang divisi dapat menghasilkan laba langsung sebagai
bentuk kontribusi suatu divisi kepada perusahaan secara keseluruhan. Laba yang
diukur dengan konsep ini tidak mencerminkan prestasi manajer divisi dan
prestasi ekonomi divisi.
3. Laba yang dapat dikendalikan
Laba terkendalikan divisi dihitung dengan cara
mengurangkan pendapatan divisi dengan biaya-biaya yang terkendalikan oleh
manajer divisi yang bersangkutan. Biaya terkendalikan divisi ini meliputi biaya
variabel terkendali dan juga biaya tetap terkendali oleh divisi. Dalam konsep
ini termasuk biaya yang dialokasikan, selama biaya tersebut memang dapat
dikendalikan oleh divisi atau pusat laba yang bersangkutan. Misalnya biaya
pelatihan, biasanya dialokasikan ke divisi atau pusat laba. Biaya pelatihan
tersebut dapat merupakan biaya terkendali apabila divisi atau pusat laba
memiliki wewenang untuk menentukan jumlah kaaaryawan yang dikirim untuk
mengikuti pelatihan.
Dengan demikian konsep laba terkendali ini menunjukkan
pada laba yang benar-benar dapat dikendalikan oleh pusat laba dengan
mempertimbangkan baik biaya langsung maupun tidak langsung (yang dialokasikan
oleh kantor pusat).
Laba terkendali divisi ini bermanfaat untuk menilai
prestasi manajer divisi, karena laba terkendali menggambarkan kemampuan manajer
divisi untuk menggunakan sumber-sumber yang berada di bawah wewenangnya untuk
memperoleh pendapatan. Konsep laba ini tidak dapat digunakan untuk menilai
prestasi ekonomi suatu divisi, karena tidak semua biaya divisi yang independen
dimasukkan ke dalam perhitungan laba. Laba terkendalikan belum mencerminkan
laba langsung divisi, karena biaya langsung yang sifatnya tidak terkendali baik
tetap maupun variabel belum diperhitungkan ke dalam laporan rugi-laba.
4. Laba Sebelum pajak
Laba bersih divisi sebelum pajak dihitung dengan cara
pendapatan divisi dikurangi dengan biaya langsung divisi dan dikurangi lagi
dengan biaya dari kantor pusat. Konsep laba ini mencerminkan prestasi ekonomi
divisi. Sebagai suatu kesatuan ekonomi, divisi menikmati jasa yang diberikan
oleh kator pusat, oleh karena itu biaya jasa dari kantor pusat tersebut perlu
dialokasikan ke divisi. Konsep pengukuran ini dapat diperbandingkan dengan
perusahaan lain yang sejenis dan sebagai dasar analisis ekonomi tentang
profitabilitas divisi atau pusat laba. Beberapa alasan lain atas penggunaan
konsep laba ini sebagai penilaian prestasi ekonomi antara lain:
a.
Jika biaya kantor
pusat tidak dialokasikan maka laba divisi tidak dapat menggambarkan kemampuan
divisi sebagai suatu kesatuan ekonomi.
b.
Pengukuran laba
bersih setelah pajak tidak bertujuan menilai prestasi manajer divisi tetapi
tetapi untuk mengukur prestasi ekonomi.
c.
Jika biaya kantor
pusat dialokasikan kepada setiap divisi, manajer divisi semakin dapat menyadari
pengaruh biaya tersebut sehingga akan berusaha menekan biaya kantor pusat.
Beberapa alasan keberatan terhadap penggunaan
konsep laba bersih sebelum pajak sebagai dasar penilaian prestasi ekonomi
divisi, karena:
a.
Biaya kantor pusat
merupakan biaya tidak terkendalikan oleh manajer divisi, sehingga menjadi
tanggungjawab kantor pusat sepenuhnya.
b.
Sulit ditentukan
dasar alokasi yang adil dan telisi untuk setiap divisi, sehingga lebih sering
ditentukan secara sembarangan
5. Laba bersih sesudah pajak
Konsep ini digunakan untuk menilai prestasi ekonomi
divisi. Divisi dapat dikenai pajak apabila merupakan kesatuan ekonomi yang
berdiri sendiri. Namun demikian konsep laba ini jarang digunakan, karena:
a.
Jika persentase pajak
setiap divisi besarnya sama, maka laba divisi sesudah pajak merupakan
persentase tetap dari laba divisi sebelum pajak.
b.
Keputusan
yangberhubungan dengan pajak biasanya dilakukan oleh kantor pusat.
Informasi yang diperoleh dari konsep laba bersih sesudah
pajak antara lain:
a.
Persentase pajak
setiap divisi besarnya berbeda, karena penetapan besarnya pajak didasarkan pada
strata tertentu sebagaimana yang berlaku di Indonesia.
b.
Divisi yang
beroperasi di negara yang berbeda biasanya menghadapi peraturan pajak yang
berbeda pula. Adapun bentuk tampilan laporan laba-rugi menggunakan pendekatan
2.6 Harga
Transfer (Transfer Pricing)
Masalah
penentuan harga transfer dijumpai dalam perusahaan yang organisasinya disusun
menurut pusat-pusat laba, dan antar pusat laba yang dibentuk terjadi transfer
barang atau jasa. Latar belakang timbulnya masalah harga transfer dapat
dihubungkan dengan proses diferensiasi bisnis dan perlunya integrasi dalam
organisasi yang telah melakukan diferensiasi bisnis.
Diferensiasi
dapat dilaksanakan sebagai pelaksanaan strategi diversifikasi. Diversifikasi
merupakan proses pembentukan unit-unit organisasi untuk menghadapi berbagai
lingkungan industri. Semakin berkembang usaha perusahaan, semakin kompleks
lingkungan bisnis yang dihadapi oleh manajemen. Perkembangan usaha perusahaan
seringkali didorong oleh perluasan pasar, baik perluasan dari sudut customer
yang harus dilayani maupun perluasan daerah pemasaran yang harus dijangkau oleh
perusahaan. Dengan perluasan pasar, perusahaan perlu mengembangkan berbagai
sumber daya. Strategi diversifikasi umumnya ditempuh manajemen puncak untuk
menghadapi perkembangan tersebut.
Diversifikasi
biasanya ditempuh melalui proses divisionalisasi, yang merupakan pembentukan
divisi-divisi yang diberi peran sebagai pusat laba. Semakin luas tingkat
diversifikasi yang dilakukan oleh suatu perusahaan, semakin besar kebutuhan
manajemen puncak akan alat untuk mengintegrasikan berbagai divisi yang telah
dibentuk.
Menurut Mulyadi dalam bukunya “Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat dan
Rekayasa” harga transfer memiliki peran ganda, diantaranya adalah sebagai
berikut:
“Harga transfer mempunyai peran ganda :
“Harga transfer mempunyai peran ganda :
1.
Harga transfer
mempertegas diversifikasi yang dilakukan oleh manajemen puncak. Harga transfer
menetapkan dengan tegas hak masing-masing manajer divisi untuk mendapatkan
laba. Dalam penentuan harga transfer, masing-masing divisi yang terlibat
merundingkan berbagai unsur yang membentuk harga transfer, karena akan
berdampak terhadap laba yang dipakai sebagai pengukur kinerja mereka
2.
Harga transfer
berperan sebagai salahsatu alat untuk menciptakan mekanisme integrasi. Harga
transfer mendekatkan dua atau lebih divisi yang semula melakukan bisnis secara
independent”.(2001 ; 377)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa harga transfer
memberikan solusi yang baik bagi para manajer divisi untuk memanfaatkan
kesempatan dan potensi internal yang mereka miliki sebagai otonomi divisi untuk
meningkatkan laba masing-masing divisi, karena besar kecilnya laba tiap divisi
atau unit usaha akan dapat memperlihatkan kinerja masing-masing divisi atau
unit produksi tersebut. Selain itu juga harga transfer merupakan salahsatu alat
untuk menciptakan mekanisme integrasi, dimana harga transfer memberikan cara
untuk menyatukan beberapa divisi atau unit usaha untuk bekerjasama didalam satu
perusahaan.
2.7 Penentuan
Harga Transfer
Istilah “harga
transfer” yang digunakan disini adalah nilai yang diberikan kepada suatu
transfer barang dan jasa dalam suatu transaksi dimana setidaknya ada satu pusat
laba yang terlibat didalamnya. Harga semacam
ini biasanya melibatkan suatu elemen laba karena sebuah perusahaan yang
independent tidak akan mentransfer barang dan jasa ke perusahaan independent
yang lain sebesar biaya produksi atau lebih rendah dari itu.
1. Prinsip Dasar
Prinsip dasarnya
adalah bahwa harga transfer harus sama dengan harga yang dipatok seandainya
produk tersebut terjual kepada konsumen luar atau dibeli dari pemasok luar. Ketika
suatu pusat laba pada sebuah perusahaan membeli produk, dan menjualnya kepada,
satu sama lain. Idealnya, harga transfer harus mengestimasikan harga normal
pasar di luar, dengan penyesuaian untuk biaya yang tidak terjadi di dalam
perusahaan. Bahkan ketika sourcing decision mengalami hambatan, harga pasar
merupakan harga transfer yang paling baik.
2. Situasi Ideal
Harga transfer
yang berdasarkan harga pasar akan menghasilkan kesamaan tujuan, dan tidak
membutuhkan administrasi pusat jika kondisi-kondisi dibawah ini terpenuhi :
1. Orang-orang
kompeten.
Idealnya, para manajer harus
memperhatikan kinerja jangka panjang dari pusat-pusat tanggung jawab mereka,
sama seperti dalam jangka pendeknya. Staf yang terlibat dalam negosiasi dan
arbitrase suatu harga transfer juga harus kompeten.
2. Atmosfer yang
baik.
Para manajer harus
menjadikan profitabilitas yang diukur dari laporan laba rugi sebagai tujuan
yang penting dan suatu pertimbangan yang signifikan dalam penilaian kinerja
mereka. Mereka juga harus dapat menerima bahwa harga transfer tersebut akurat.
3. Kebebasan
memperoleh sumber daya.
Alternatif dalam memperoleh
sumber daya haruslah ada, dan para manajer harus diberi wewenang untuk memilih
mana yang paling baik untuk mereka.
4. Informasi penuh.
Para manajer harus
mengetahui semua alternatif yang ada, biaya dan pendapatan yang relevan dari
masing-masing alternatif tersebut.
5. Negosiasi.
Harus ada mekanisme kerja
yang berjalan lancer dalam melakukan negosiasi atas “kontrak” diantara
unit-unit usaha.
Hambatan-hambatan Dalam
Perolehan Sumber Daya (Sourcing)
Idealnya seorang manajer pembelian bebas mengambil keputusan
sourcing. Demikian halnya dengan manajer penjualan, ia harus bebas untuk
menjual produknya ke pasar yang paling menguntungkan. Akibat-akibat
yang terjadi jika para manajer pusat laba tidak memiliki kebebasan dalam
mengambil keputusan sourcing :
a. Pasar yang
terbatas.
Dalam berbagai
perusahaan, pasar bagi pusat laba penjual atau pembeli dapat saja sangat
terbatas. Ada beberapa alasan akan hal ini : Pertama,
keberadaan kapasitas internal dapat membatasi pengembangan penjualan eksternal. Kedua, jika perusahaan
merupakan produsen tunggal dari produk yang terdeferensiasi, tidak ada sumber
daya dari luar. Ketiga, jika suatu perusahaan telah melakukan investasi yang besar, maka
ia cenderung tidak akan menggunakan sumber daya dari luar kecuali harga jual di
luar mendekati biaya variable perusahaan, dimana hal ini jarang sekali terjadi.
Bagaimana suatu
perusahaan dapat mengetahui tingkat harga kompetitif jika ia tidak membeli atau
menjual produknya ke pasar bebas ? Inilah beberapa caranya :
a. Jika terdapat terbitan
harga pasar, maka itu dapat digunakan untuk menentukan harga transfer. Meskipun
demikian, terbitan tersebut harus merupakan harga yang benar-benar dibayarkan
di pasar bebas, dan kondisi yang ada di pasar bebas harus konsisten dengan yang
ada dalam perusahaan.
b. Harga pasar
mungkin ditentukan berdasarkan penawaran. Hal ini biasanya dilakukan hanya jika
penawar terendah masih memiliki peluang untuk terjun ke pasar.
c. Jika pusat laba
produksi menjual produk yang mirip di pasar bebas, maka ia mungkin akan menggandakan
harga kompetitif berdasarkan harga luar.
d. Jika pusat laba
pembelian membeli produk yang sejenis dari pasar bebas, maka ia dapat
menggandakan harga kompetitif untu produk ekslusifnya.
b. Kelebihan atau
Kekurangan Kapasitas Industri.
Seandainya pusat
laba penjualan tidak dapat menjual seluruh produk ke pasar bebas dengan kata lain, ia
memiliki kapasitas yang berlebih. Perusahaan mungkin tidak akan mengoptimalkan
labanya jika pusat laba pembelian membeli produk dari pemasok luar sementara
kapasitas produksi di dalam masih memadai. Sebaliknya, andaikan pusat laba
pembelian tidak dapat memperoleh produk yang diperlukan dari luar sementara
pusat laba penjualan menjual produknya kepada pihak luar. Situasi tersebut
terjadi ketika terdapat kekurangan kapasitas produksi di dalam industri. Dalam
kasus ini, output dari pusat laba pembelian terhalang dan perusahaan tidak
dapat optimal
3. Harga Transfer
Berdasarkan Biaya
Jika harga
kompetitif tidak tersedia, maka suatu harga transfer dapat ditentukan berdasarkan
biaya ditambah laba, meskipun harga transfer semacam ini sangat sulit dihitung
dan hasilnya kurang memuaskan dibandingkan dengan harga yang berbasis pasar
(marked-based price). Dua keputusan yang harus
dibuat dalam system harga transfer berdasarkan biaya :
1) bagaimana
menentukan besarnya biaya, dan
2) bagaimana
menghitung markup laba.
a. Basis biaya.
Basis yang umum
adalah biaya standar. Biaya actual tidak boleh digunakan karena factor
inefisiensi produksi akan terlewatkan bagi pusat laba pembelian. Jika biaya
standar yang digunakan, maka dibutuhkan suatu insentif untuk menetapkan standar
yang ketat dan meningkatkan standar
tersebut.
b. Markup laba.
Dalam menghitung
markup laba, juga terdapat dua keputusan :
1. Apa basis markup
laba tersebut, Basis
yang paling mudah digunakan adalah persentase biaya. Basis yang secara konsep lebih baik adalah persentase
investasi, tetapi menghitung investasi untuk diaplikasikan kepada setiap
produk yang dihasilkan dapat menyebabkan permasalahan teknis.
2. Tingkat laba yang
diperbolehkan. Problem yang kedua dalam
penyisihan laba adalah besarnya jumlah laba. Persepsi manajemen senior atas
kinerja keuangan dari suatu pusat laba akan dipengaruhi oleh laba yang
ditunjukkannya. Konsekuensi, kemungkinan penyisihan laba harus dapat
memperkirakan tingkat pengembalian (rate of return) yang akan dihasilkan
seandainya unit usaha tersebut merupakan perusahaan independent yang menjual
produknya kepada konsumen luar.
Solusi konseptual
adalah dengan membuat penyisihan laba yang berdasarkan investasi yang
dibutuhkan untuk memenuhi volume yang diminta oleh pusat laba pembelian. Nilai
investasi tersebut dihitung pada level “standar”, dengan asset dan persediaan
pada tingkat biaya penggantian (replacement cost).
c. Biaya Tetap dan
laba Upstream
Penetapan harga transfer dapat menimbulkan permasalahan yang
cukup serius dalam suatu perusahaan yang terintegrasi. Pusat laba yang pada
akhirnya menjual produk kepada pihak luar mungkin tidak menyadari adanya jumlah
biaya tetap dan laba upstream yang terkandung di dalam harga pembelian
internal. Metode-metode yang digunakan untuk
mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara-cara yang digambarkan di bawah
ini :
·
Persetujuan diantara
unit-unit usaha
Beberapa perusahaan membuat mekanisme formal dimana
wakil-wakil dari uit-unit pembelian dan penjualan bertemu secara berkala untuk
memutuskan harga penjualan kepada pihak luar dan pembagian laba untuk
produk-produk dengan biaya tetap dan laba upstream yang signifikan. Dua langkah
penentuan harga. Cara lain adalah
dengan membuat suatu harga transfer yang meliputi dua jenis biaya :
1. untuk setiap unit
yang terjual, pembebanan biaya dibuat sama dengan biaya variable standar dari
produksi.
2. Pembebanan biaya
yang berkala (biasanya setiap bulan) dibuat sama dengan biaya tetap yang
berhubungan dengan fasilitas yang disediakan untuk unit pembeli.
Beberapa hal yang
harus dipertimbangkan dalam menerapkan metode penentuan harga dua langkah
(two-step pricing method) :
•
Pembebanan biaya per bulan
untuk biaya tetap dan laba harus dinegosiasikan secara berkala dan akan
tergantung dari kapasitas yang digunakan oleh unit pembeli.
•
Pertanyaan mungkin akan
timbul mengenai keakuratan alokasi investasi dan biaya.
•
Dengan system penentuan
harga ini, inerja laba dari unit produksi tidak dipengaruhi volume penjualan
dari unit yang terakhir. Hal ini memecahkan masalah yang muncul ketika usaha
pemasaran oleh unit usaha yang lain mempengaruhi kinerja laba dari unit
produksi murni.
•
Mungkin terdapat konflik
antara kepentingan dari unit produksi dengan kepentingan perusahaan.(Kelemahan
ini diatasi dengan menentukan bahwa unit pemasaran memiliki prioritas utama
dalam menggunakan kapasitas yang terbatas)
•
Metode ini mirip dengan
penentuan harga “take or pay” yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan
sarana umum, saluran pipa, dan batubara, dan dalam kontrak jangka panjang.
d. Pembagian laba
Jika system penentuan harga dua langkah tidak feasible,
sistem pembagian laba (profir sharing) dapat digunakan untuk memastikan
kesamaan antara kepentingan unit usaha dan perusahaan. Sistem tersebut
beroperasi dengan cara sebagai berikut :
1. Produk tersebut
ditransfer ke unit pemasaran pada biaya variable standar.
2. Setelah produk
tersebut terjual, unit-unit usaha membagi kontribusi yang dihasilkan, dimana
perhitungannya adalah harga penjualan dikurangi biaya variable produksi dan
pemasaran.
e. Dua bentuk harga
Dalam metode ini, pendapatan unit produksi akan dikreditkan
pada saat harga jual di luar dan unit pembelian dibebankan biaya sebesar total
biaya standar. Beberapa kelamahan penggunaan sistem ini
adalah :
1. jumlah laba unit
usaha akan lebih besar dari laba perusahaan secara keseluruhan.
2. Sistem ini menciptakan
suatu ilusi bahwa unit usaha akan menghasilkan uang, sementara pada
kenyataannya perusahaan secara keseluruhan mengalami kerugian karena debit ke
kantor pusat.
3. Sistem ii dapat
memicu unit usaha hanya berkonsentrasi pada transfer internal dimana mereka
terpana pada markup yang bagus pada biaya penjualan ke luar.
4. Terdapat tambahan
pembukuan yang terlibat dalam pendebitan akun kantor pusat setiap kali ada
transfer dan kemudian mengeliminasi akun ini ketika laporan keuangan unit usaha
dikonsolidasi.
5. Fakta bahwa ada
konflik diantaraa unit-unit bisnis akan membuat sistem ini terlihat lemah.
Dengan metode dua bentuk harga, konflik-konflik ini dapat dikurangi sehingga
tidak meghadapkan manajemen senior pada permasalahan seperti ini.
4. Penentuan Harga
Jasa Perusahaan
Beberapa masalah
yang berhubungan dengan pembebanan unit usaha dengan jasa-jasa yang diberikan
oleh unit staf perusahaan akan digambarkan dalam bagian ini.
Pengendalian atas Jumlah Jasa
Manajer unit usaha mungkin diharuskan untuk menggunakan staf perusahaan
yang tidak dapat dikendalikan efisiensi kinerjanya ( teknologi informasi dan
riset & pengembangan) tetapi dia tapi dapat mengendalikan jumlah jasa yang
diterimanya. Ada tiga teori pemikiran
mengenai jasa-jasa seperti ini :Teori pertama menyatakan bahwa sebuah unit
usaha harus membayar biaya variable standar dari jasa yang diberikan. Teori kedua
menyarankan harga yang sama dengan biaya variable standar ditambah porsi yang
cukup memadai atas biaya tetap standar – yaitu biaya penuh (full cost). Teori pemikiran yang ketiga
menyarankan suatu harga yang sama dengan harga pasar, atau biaya penuh standar
(standard full cost) ditambah dengan margin labanya.
Pilihan
Penggunaan Jasa
Dalam beberapa
kasus, pihak manajemen mungkin memutuskan bahwa unit-unit usaha dapat memilih
apakah akan menggunkan unit servis sentral atau tidak. Unit-unit bisnis dapat
memperoleh jasa tersebut dari pihak luar, mengembangkan kemampuan mereka, atau
memilih untuk tidak menggunakan jasa ini sama sekali
Kesederhanan dari Mekanisme Harga
Harga yang dibebankan untuk servis perusahaan tidak akan mencapai tujuan
kecuali metode dalam menghitungnya dapat dimengerti dan dipahami dengan cukup
mudah oleh para manajer unit usaha.
5. Administrasi
Harga Transfer
• Negosiasi
Pada sebagian
besar perusahaan, unit-unit usaha menegosiasikan harga transfer satu sama lain;
maksudnya, harga transfer yang tidak ditentukan oleh kelompok staf sentral. Alasan yang
paling penting untuk hal ini adalah kepercayaan bahwa dengan membuat suatu
harga jual dan menentukan harga pembelian yang paling cocok merupakan salah
satu fungsi utama dari manajemen lini. Alasan lain bagi unit usaha untuk menegosiasikan harga
mereka adalah bahwa mereka biasanya memiliki informasi yang paling tepat
mengenai pasar-pasar dan biaya-biaya yang ada, sehingga mereka merupakan pihak
yang paling mungkin untuk memberikan harga yang pantas.
• Arbitrase
dan Penyelesaian Konflik
Bagaimanapun
rincinya peraturan penentuan harga (pricing rule), mungkin tidak ada kasus
dimana unit-unit usaha tidak setuju pada harga tertentu. Untuk alasan tersebut,
suatu prosedur harus dibuat untuk menengahi
pertikaian harga transfer. Terdapat tingkat formalitas
yang luas dalam arbitrase harga transfer. Kemungkinan
ekstremnya akan dibentuk suatu komite yang memiliki tiga tanggungjawab, yaitu :
(1) menyelesaikan
pertikaian harga transfer,
(2) meninjau
alternative sourcing yang mungkin ada, dan
(3) mengubah
peraturan harga transfer bila perlu.
Arbitrase dapat
dilakukan dengan beberapa cara. Dengan
sistem yang formal, kedua pihak menyerahkan kasus secara tertulis kepada pihak
penengah / pendamai (arbitrator). Selain tingkat
formalitas arbitrase, jenis proses penyelesaian konflik yang digunakan juga mempengaruhi
keefektifan suatu system harga transfer. Terdapat empat
cara untuk menyelesaikan konflik :
- memaksa
(forcingi)
- membujuk
(smoothing)
- menawarkan
(bargaining)
- pemecahan
masalah (problem solving)
• Klasifikasi
Produk
Luas dan
formalitas dari sourcing dan peraturan penentuan harga transfer tergantung pada
banyaknya jumlah transfer dalam perusahaan dan ketersediaan pasar dan harga
pasar. Makin besar jumlah transfer dan ketersediaan harga pasar, makin formal
dan spesifik peratutran yang ada. Beberapa
perusahaan membagi produknya kedalam dua kelas : Sourcing untuk
produk kelas I dapat diubah hanya dengan izin dari manajemen pusat. Sourcing untuk
produk kelas II ditentukan oleh unit-unit usaha yang terlibat. Dengan perjanjian
semacam ini, pihak manajemen dapat berkonsentrasi pada sourcing dan pricing
atas sejumlah kecil produk-produk bervolume besar.